Simpang Siur Klaim Omnibus Law Pada Klaster Pendidikan

Senin, 19 Oktober 2020 | 17:00 WIB Last Updated 2020-10-19T10:53:20Z

Kabarpendidikan.id Omnibus Law dalam beberapa bulan terakhir menjadi trending nomor satu diberbagai kanal portal media, baik online maupun cetak. Bukan karena menuai prestasi namun akibat dari berbagai kontroversi yang ditimbulkan, berpuncak pada berbagai penolakan melalui demonstrasi oleh aksi masa yang menolak kehadiran Undang-Undang sapu jagat ini hadir dan diterapkan di masyarakat.

 

Pertentangan tak hanya terjadi dikalangan buruh dan mahasiswa, bahkan polemik omnibus law ini turut di tentang oleh kalangan akademisi dari berbagai lapisan disiplin ilmu tak terkecuali auto kritik ini hadir dari para akadmisi dikalangan praktisi pendidikan.

 

Namun belakangan justru muncul kesimpang siuran apakah UU sapu jagat ini masih menyasar klaster pendidikan atau tidak, hal tersebut diakibatkan terdapatnya beberapa informasi dari berbagai kalangan yang menyatakan UU ini masih menyentuh klaster pendidikan, namun disisi lain ada juga pihak yang mengkalim bahwa klaster pendidikan bersih dari kontaminasi UU Omnibus Law ini.

 

Salah satunya datang dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) Nizam yang membantah adanya pengaturan mengenai pendidikan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

 

Dikutip dari laman Kompas, Nizam menegaskan, dikeluarkannya isu pendidikan dari draf UU Cipta Kerja akibat masukan dari berbagai pihak. "Alhamdulillah dengan masukan berbagai pihak, akhirnya klaster pendidikan dikeluarkan dari Omnibus Law. Itu fakta, tidak terbantahkan," kata Nizam dalam diskusi "Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Kampus", Minggu (18/10/2020).

 

Menurutnya, berbagai undang-undang terkait pendidikan, seperti UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Pendidikan Tinggi, UU Kedokteran, hingga UU Guru dan Dosen sudah tidak ada dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Ia memastikan, tidak ada aturan terkait pendidikan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

 

"Prinsip nirlaba, prinsip harus berdasarkan kebudayaan bangsa, itu terjaga, apa yang menjadi amanah Undang-undang Dasar itu kita jaga betul terkait dengan pendidikan," ujar Nizam. “Itu yang saya cermati aman dari Undang-undang Omnibus Law,” tutur Nizam.

 

Bertolak belakang dengan pernyataan Nizam, sejumlah anggota Komisi X DPR menyatakan bahwa masih terdapat pasal yang berkaitan dengan pendidikan dalam UU Omnibus Law tersebut.

 

Pernyataan tersebut datang dari Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, yang mengkritik Pasal 65 dalam UU Cipta Kerja, yang tercantum dalam Paragraf 12 terkait Pendidikan dan Kebudayaan (ada dalam draf versi 905 halaman dan 812 halaman).

 

Dalam Pasal 65 Ayat (1), disebutkan bahwa pelaksanaan perizinan pada klaster pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Cipta Kerja.

 

Dalam UU Cipta Kerja pengertian perizinan berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Definisi itu dimuat dalam Pasal 1. Kemudian Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada klaster pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah".

 

Huda mencemaskan bahwa pasal tersebut dapat berpotensi membuat klaster pendidikan bisa dikomersialkan, sehingga tidak sejalan dengan UUD 1945.

 

"Frasa itu (Pasal 65) sangat kental sekali pendidikan difungsikan sebagai entitas komersial itu yang termasuk kita tidak sepakat sejak awal karena ini tidak senapas dengan amanat UUD kita," Tegas Huda. (LBM)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Simpang Siur Klaim Omnibus Law Pada Klaster Pendidikan

Trending Now

Iklan

iklan