KabarPendidikan.id - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendikti Saintek) Stella Christie menekankan pentingnya penanaman nilai-nilai antikorupsi secara konsisten di seluruh jenjang pendidikan.
Stella menyatakan, nilai-nilai tersebut perlu dibangun sejak pendidikan
dasar hingga perguruan tinggi agar dapat membentuk generasi yang berintegritas
sejak usia dini.
"Dengan demikian, kita dapat menekan angka tindak pidana korupsi untuk
mewujudkan Indonesia emas 2045," ujarnya
Sebelumnya dilaporkan bahwa integritas di dunia pendidikan mengalami
kemunduran. Berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan yang
dilakukan KPK pada 2024, skor integritas pendidikan tercatat sebesar 69,50,
menurun dari angka 71 pada 2023 yanng telah dilaksanakan pada periode 22
Agustus hingga 30 September 2024.
Pelaksanaan SPI Pendidikan 2024 melibatkan 36.888 satuan pendidikan serta
449.865 responden dari 38 provinsi dan 507 kabupaten/kota. Dari hasil survei
tersebut, KPK mengidentifikasi enam permasalahan korupsi di sektor pendidikan,
dengan kejujuran akademik sebagai masalah utama. Survei menunjukkan bahwa
praktik menyontek masih ditemukan di 78 persen sekolah dan 98 persen perguruan
tinggi.
Selain itu, kasus plagiarisme juga masih terjadi, dengan 43 persen
perguruan tinggi melaporkan adanya guru atau dosen yang melakukan plagiarisme,
dan kasus serupa ditemukan di 6 persen sekolah. Masalah lain yang diungkap
adalah ketidakdisiplinan akademik.
Selanjutnya, Stella menyampaikan bahwa Sebanyak 69 persen siswa melaporkan
bahwa masih ada guru yang terlambat masuk sekolah, sementara 96 persen
mahasiswa menyatakan hal serupa terjadi di perguruan tinggi.
"Bahkan, di 96 persen perguruan tinggi dan 64 persen sekolah, masih
ditemukan dosen atau guru yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas,"
ujarnya.
Selain itu, Stella juga menyampaikan bahwa KPK juga menemukan adanya
praktik gratifikasi di lingkungan pendidikan.
Berdasarkan hasil survei, 30 persen guru atau dosen serta 18 persen
kepala sekolah atau rektor masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau
wali murid sebagai sesuatu yang wajar.
"Sebanyak 65 persen sekolah juga melaporkan bahwa orang tua siswa
terbiasa memberikan bingkisan atau hadiah kepada guru saat hari raya atau
kenaikan kelas," ujarnya.
Survei ini turut mengungkap adanya pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa di satuan pendidikan. Tercatat 43 persen sekolah dan 68 persen perguruan tinggi memilih vendor pelaksana atau penyedia barang dan jasa berdasarkan hubungan pribadi.