KabarPendidikan.id - Kebijakan pengadaan lampu tenaga surya senilai Rp12 miliar untuk sejumlah SMA di Aceh mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Kritik keras datang dari akademisi dan pengamat pendidikan yang menilai keputusan itu tidak tepat untuk meningkatkan mutu pendidikan di provinsi tersebut.
Samsiardi selaku akademisi dari Universitas Syiah Kuala
mengatakan bahwa anggaran itu sebaiknya dialokasikan untuk program-program
prioritas lainnya. Menurutnya, kondisi pendidikan Aceh masih jauh dari harapan
dengan banyaknya sekolah yang kekurangan sarana prasarana dan tenaga pengajar.
"Dengan situasi pendidikan Aceh yang masih kurang
memadai, penggunaan dana sebesar Rp12 miliar hanya untuk lampu tampaknya kurang
tepat. Seharusnya dana tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran, seperti pelatihan guru, bantuan biaya pendidikan bagi siswa
kurang mampu, atau program beasiswa," ujarnya.
Samsiardi yang juga Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan
Aceh mengapresiasi pentingnya penerangan di sekolah. Akan tetapi, menurutnya
masih ada prioritas lain yang lebih mendesak untuk ditingkatkan.
"Kami prihatin dengan kondisi ruang belajar yang
rusak, kekurangan buku pelajaran, dan guru yang kurang mendapat dukungan.
Itulah yang seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah," tutur
Samsiardi.
Ia mengkritik keras kebijakan dinas pendidikan aceh yang
hanya terfokus pada proyek-proyek infrastruktur tanpa memperhatikan hakekat
pembelajaran di tingkat dasar. Pemimpin masyarakat itu mendesak untuk lebih
mementingkan kebutuhan guru dan siswa daripada anggaran semata. Menurutnya,
program pendidikan harus turun ke lapangan agar bermanfaat bagi pengembangan
siswa, bukan sekadar soal pengeluaran dana.