Dalam semangat tersebut,
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari negara seperti Jepang yang berhasil
melakukan reformasi pendidikan secara menyeluruh pasca Perang Dunia II. Salah
satu kisah inspiratif datang dari Kaisar Hirohito yang lebih memilih mencari
guru, bukan dokter atau insinyur, untuk membangun kembali negaranya.
Menurutnya, kekalahan
Jepang dalam perang disebabkan oleh sistem pendidikan yang gagal membentuk
sumber daya manusia berkualitas. Langkah konkret dilakukan pada 15 September
1945 dengan diterbitkannya "Pedoman Kebijakan Pendidikan untuk
Pengembangan Jepang Baru" yang memuat 11 aturan penting, mulai dari revisi
kurikulum, penghapusan pelajaran bermuatan militerisme, hingga perombakan
Kementerian Pendidikan.
Menurut Susy Ong dalam Post-World
War II Education Reform in Japan (2020), reformasi tersebut bertujuan untuk
mengubah mental masyarakat yang sebelumnya egois, pasif, dan kurang cerdas
akibat propaganda perang. Reformasi ini melibatkan kerja sama dengan Amerika
Serikat, di mana kedua negara mempelajari sistem pendidikan dari berbagai
negara lain lalu menyesuaikannya dengan kebutuhan Jepang.
Fokus utamanya adalah
menghapus pengajaran ultra-nasionalisme dan menggantinya dengan pendidikan
berbasis ilmu pengetahuan, logika, serta penguatan tanggung jawab sosial.
Sejarawan Benjamin Duke dalam The History of Modern Japanese Education
(2009) menyebut bahwa kurikulum baru Jepang menekankan nilai moral, ilmu
pengetahuan, kesetaraan, dan kewarganegaraan. Guru pun diwajibkan untuk
memiliki sertifikasi resmi dan menjalani pelatihan menyeluruh.
“Membangun kembali Jepang
melalui pendidikan untuk menghasilkan warga negara yang berilmu dengan
keterampilan kerja sehingga dapat hidup sejahtera. Agar rasa nasionalisme dan
rasa tanggung jawab sosial dapat tumbuh dengan baik jika masyarakat hidup sejahtera,”
ujar Susy Ong.
Dalam waktu 10 hingga 20
tahun, reformasi ini membuahkan hasil. Jepang bangkit sebagai kekuatan ekonomi
dunia antara 1960–1990 dan sistem pendidikannya mendapat pujian global. Pelajar
Jepang dikenal unggul dalam bidang sains dan teknologi, serta memiliki karakter
yang kuat. Pelajaran berharga ini dapat diadopsi Indonesia, yakni dengan
memperkuat kurikulum berbasis sains, meninggalkan materi ultra-nasionalis yang
menyesatkan, serta memperhatikan kesejahteraan guru dan pekerja pendidikan.
(TH/DYL)