Kajian Ilmu Komunikasi menemukan formulasi, bahwasanya orangtua di era milenial harus memiliki kemampuan untuk menjadi “teman” yang sefrekuensi dengan anak-anaknya. Jika orangtua tidak bisa satu frekuensi dengan keadaan tumbuh kembang anaknya, maka yang didapat adalah konflik yang memicu krisis komunikasi pada interaksi antara orangtua dan anaknya.
Difusi inovasi terdiri dari kata difusi dan inovasi. Difusi adalah proses mengkomunikasikan suatu inovasi kepada anggota dari sebuah sistem dari waktu ke waktu. Inovasi adalah pengenalan sesuatu yang baru. Proses pengambilan keputusan inovasi merupakan proses evolusi yang dilalui seseorang mulai dari penemuan awal suatu inovasi hingga penerapannya. Jika seseorang terbuka terhadap ide-ide baru dan cenderung menerimanya lebih cepat dibandingkan anggota sistem lainnya, dia dianggap inovatif dan mampu membawa perubahan. Menurut (Littlejohn & Foss, 2009), tingkat adopsi diukur dengan tingkat penerimaan terhadap inovasi, yang ditentukan oleh seberapa cepat inovasi tersebut diadopsi.
Anak-anak yang mampu menggunakan teknologi maka dapat dikatakan termasuk dalam konsep Difusi Inovasi, dan Ketika orang tua tidak mampu mengimbangi kemampuan anak dalam menggunakan teknologi maka dapat dikatakan orangtua tidak dapat menerima kecanggihan teknologi terbaru. Frekuensi anak-anak dalam menggunakan teknologi tentunya harus dapat dikomunikasikan dengan baik oleh orang tua sehingga dapat tercipta kesinambungan dalam penggunaan teknologi yang bijak.
Komunikasi yang efektif dapat terbangun jika orang tua sebagai pengirim informasi mampu mengolah pesan tersebut dengan bahasa yang dimengerti oleh anak-anak nya. Akhir-akhir ini banyak terjadi peristiwa anak-anak yang tidak bisa terima jika penggunaan gawai atau gadgetnya dibatasi oleh orangtuanya. Contoh kasus yang sedang ramai adalah anak yang mengalami depresi berat akibat gawai atau gadgetnya di jual oleh orangtuanya. Krisis komunikasi yang seperti ini, maka kemampuan orangtua dalam mengomunikasikan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh anaknya harus dapat diolah dengan efektif.
Menurut (Coombs, n.d, 2017) Komunikasi krisis yang terus berkembang telah menghasilkan tiga temuan yang konsisten yang dapat dijadikan acuan orangtua dalam membina hubungan yang harmonis dengan buah hatinya. Yang pertama adalah tentang Waktu. Dalam mengomunikasikan pesan tentang penggunaan gawai atau gadget maka orangtua harus menentukan waktu yang tepat sehingga pesan tersebut dapat diterima. Contohnya, Ketika anak sudah menggunakan gadget atau gawainya dalam kurun waktu melebihi batas maka perlahan orangtua menyampaikan keresahan tersebut dengan kondisi anak dalam keadaan senang, sehingga anak terbuka menerima pesan tersebut dengan efektif.
Kedua adalah Fokus pada anak, adakalanya anak memang menginginkan untuk bermain gadget atau gawai. Maka yang perlu orangtua lakukan adalah fokus menemani anaknya bermain gadget atau gawai, sehingga anak akan merasa orangtuanya terlibat. Ketiga informasi yang salah, orangtua sebagai pengirim pesan harus mengolah terlebih dahulu informasi yang akan disampaikan kepada anaknya, sehingga dalam proses pengiriman pesan tidak terjadi gangguan atau bahkan pesan tidak dapat diterima oleh sang buah hati.
Komunikasi yang efektif tentunya akan menghasilkan sebuah sikap yang dikehendaki oleh pengirim pesan tersebut. Munculnya krisis komunikasi berasal dari pengirim pesan tidak dapat menyampaikan informasi dengan baik kepada penerima pesan. Dalam penelitian Combs tiga poin penting untuk menumbuhkan komunikasi yang efektif yakni memperhatikan Waktu, Fokus, dan Menghindari Informasi yang salah.
Oleh Sulis, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta