Menurutnya, penyebab utamanya adalah kondisi orangtua. Beberapa
orangtua mereka bekerja sebagai peramu yang nomaden.
“Penyebab mereka putus sekolah karena tidak ada perhatian
orangtua, di Asmat ini posisi mata pencahariannya peramu,” kata Barbalina.
Dia juga menyampaikan bahwa, warga Suku Asmat dapat tinggal
dan bekerja di hutan hampir satu tahun dengan mengurus dan membawa anak-anak
mereka.
Kondisi tersebut memberikan anak-anak Suku Asmat kesulitan alam
mengikuti kegiatan belajar di sekolah.
Warga Suku Asmat pada sebagian besar kurang memperhatikan
pendidikan anak-anak mereka. Bahkan, masih berpikir tidak mendaftarkan
anak-anak mereka untuk bersekolah.
Pemerintah daerah juga berupaya untuk menyediakan pusat
kegiatan belajar di perkampungan, perpustakaan, dan sekolah satu atap bekerja
sama dengan keuskupan.
Dengan berbagai upaya tersebut, pemerintah berharap anak-anak
Suku Asmat dapat menempuh pendidikan dengan baik dan tuntas.