Pendidikan Sastra Profetik dengan Dakwah Muhammadiyah

Sabtu, 06 Maret 2021 | 09:43 WIB Last Updated 2021-03-06T02:46:05Z


Kabarpendidikan.id Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berkemajuan tentu memandang karya sastra sebagai media yang relevan untuk berdakwah. Sejak masa-masa awal, Muhammadiyah menggunakan beragam media dakwah agar masyarakat tertarik mendengarkan dakwah. Kita tahu bahwa K. H. Ahmad Dahlan pernah memainkan biola dalam mengajar agar muridmuridnya semakin tertarik belajar. Buya Hamka banyak menyampaikan nilai-nilai keIslaman melalui novel-novelnya yang masterpiece. Hingga Kuntowijoyo yang membuat konsep sastra Islami yang bukan hanya menyebarkan nilai-nilai tetapi menggambarkan secara langsung bagaimana semesterinya umat Islam itu bergerak.

 

Dalam ranah sastra, ada jenis sastra yang relevan dengan dakwah Muhammadiyah, yaitu sastra profetik. Sastra profetik ini dikonsepkan oleh Kuntowijoyo, yang juga bagian dari warga Muhammadiyah. Sastra profetik bukan karya sastra yang hanya memberi pengetahuan tentang nilai-nilai Islami, tetapi ada semangat untuk menjadi umat terbaik yang berkontribusi dalam aktivitas kehidupan masyarakat Islam. Selaras dengan jalan Muhammadiyah, sastra profetik akan menggambarkan bagaimana upaya-upaya manusia untuk menjadi masyarakat Islami yang humanis, liberasi, dan transenden.

 

Sebagai gambaran, mari kita cermati kutipan larik puisi Perahu yang ditulis oleh Edy Sukardi.

Al Aquran dan As-Sunnah adalah pedoman bersama

Ulama dan zuama adalah nakhoda mulia

Mari bersama menuju jalan utama

Islam yang menjadi rahmat buat semua

  

Berdasarkan larik puisi di atas, pengarang memberikan gambaran tentang Islam yang bisa menjadi rahmat bagi semua manusia. Dalam puisi tersebut setidaknya dijelaskan dua syarat untuk mencapai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Syarat pertama, Al Quran dan As-Sunnah menjadi pedoman yang tidak bisa dilepaskan dari aspek kehidupan sehari-hari. Dua pedoman itu menjadi kekuatan untuk menjalankan sesuatu dengan baik dan benar agar mendapat keridhoan dari Allah SWT. Syarat kedua, Ulama dan zuama (pemimpin) adalah kemudi dalam menjalankan roda keIslaman. Ulama dan zuama menjadi pondasi yang penting bagi kekuatan Islam. Ulama menjadi pemandu masyarakat Islam agar tetap berada pada koridor Al Quran dan As Sunnah. Zuama membuat kebijakan yang relevan dengan tuntunan Al Quran dan As Sunnah. Jika kedua syarat tersebut dapat terus digenggam, maka Islam akan menjadi agama yang menjadi rahmat bagi umat manusia.

 

Puisi di atas merupakan gambaran singkat bagaimana karya sastra menjadi media dakwah. Nilai-nilai Islami yang ada dalam puisi tersebut akan mudah terserap oleh pembaca, sebab pembaca tidak merasa digurui.  Jadi, mari kita luaskan sudut pandang kita terhadap sastra, bahwa sastra bukan lagi soal cerita rekaan dan pengungkapan ekspresi semata tetapi sebuah media untuk menyebarkan nilai-nilai Islami yang dapat dinikmati bagi semua kalangan.

 

Sastra profetik merupakan bagian dari pengembangan sastra Islami, di mana sastra profetik memiliki unsur-unsur selain hubungan manusia dengan Allah SWT, seperti hubungan manusia dengan manusia lainnya dan manusia dengan lingkungannya. Berbeda dengan sastra Islami yang sifatnya sufistik, sastra profetik lebih mengutamakan bagaimana menjadi manusia yang berkontribusi dalam aktivitas kehidupannya. Sastra profetik memandang, menjadi manusia yang berkontribusi adalah bagian dari mencintai dan menjalin hubungan dengan Allah SWT.

 

Sastra profetik sebenarnya lebih dikenal sebagai sastra yang memiliki nafas atau semangat kenabian. Nabi seperti yang kita pahami akan menuntun umat ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Begitu pun sastra profetik yang sejatinya memberikan gambaran tentang menjadi manusia yang berkontribusi dalam kehidupan, jadi secara tidak langsung menuntun manusia ke arah umat Islam terbaik.

Konsep sastra profetik terinspirasi dari Q. S. Ali Imran ayat 110.

Artinya: Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik

 

Dalam ayat tersebut, terdapat empat kandungan yang terdiri atas;

  1. Konsep umat terbaik, yaitu sebuah tantangan untuk bekerja lebih keras ke dalam aktivisme sejarah.
  2. Aktivisme sejarah, yaitu keterlibatan umat dalam sejarah.
  3. Pentingnya kesadaran, yaitu manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang diberikan tugas oleh Allah sebagai khalifah.
  4. Etik profetik, yaitu menyuruh pad akebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan serta beriman kepada Allah

 

Relevansi Sastra Profetik dengan Dakwah Muhammadiyah


Salah satu kandungan Q. S. Ali Imrah ayat 110 adalah etik profetik, yakni menyuruh pada kebaikan, mencegah keburukan, dan beriman kepada Allah SWT. Etik profetik inilah yang menjadi kandungan dalam sastra profetik sebagai media dakwah dan relevan dengan dakwah Muhammadiyah. Sebagaimana kita pahami bahwa Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang berkemajuan memandang luas media untuk berdakwah, sebab Muhammadiyah sangat menyesuaikan dengan situasi zaman namun tidak pernah lepas dari tujuan utamanya, yakni sebagai gerakan Islam yang  melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

 

Unsur sastra profetik pertama yang relevan dengan dakwah Muhammadiyah adalah humanisasi. Konsep ini bermakna menjadikan manusia atau upaya mengembalikan manusia kepada fitrahnya seperti memanusiakan manusia, menghilangkan rasa kebendaan, ketergantungan, kekerasan, saling membenti. Dengan humanisasi, manusia akan mampu menjadi umat yang konsisten menyeru kepada kebaikan, bertanggung jawab dalam menjalankan tugas sebagai individu, masyarakat, juga sebagai hamba Allah SWT.

 

Konsep humanisasi ini relevan dengan dakwah Muhammadiyah yang selalu menyeru kepada kebaikan. Muhammadiyah menyerukan konsisten membuat pengajian-pengajian dari ranting hingga pimpinan pusat, dari sekolah hingga universitas. Selain itu, Muhamammadiyah menjadikan program Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) sebagai program unggulan untuk mencetak kader masa depan yang Islami dan memiliki jiwa Muhammadiyah. Melalui program AIK, Muhammadiyah tidak pernah letih menyeru kepada kebaikan.

 

Unsur kedua dari sastra profetik yang relevan dengan dakwah Muhammadiyah adalah liberasi. Liberasi dalam sastra profetik ditujukan untuk membuka mata para pembaca bahwa manusia harus mencegah hal-hal yang bersifat munkar. Manusia harus bisa memerdekakan manusia lainnya dari segala bentuk kemunkaran seperti ketidakadilan, penindasan, dan sebagainya. Sastra profetik dalam hal ini juga memiliki tugas untuk mencegah hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

 

Konsep liberasi ini relevan dengan semangat dakwah Muhammadiyah yang selalu menggaungkan mencegah kemunkaran. Muhammadiyah dalam dakwahnya sangat tegas menyampaikan hal-hal yang bertentangan dengan Al-Quran dan As Sunnah. Muhammadiyah tidak pernah takut untuk menyatakan haram. Misalnya saja Muhammadiyah yan gmengharamkan rokok, walaupun banyak pertentangan di masyarakat., tetapi Muhammadiyah tetap konsisten. Bahkan di amal usaha Muhammadiyah, selalu terpampang kawasan bebas rokok.

 

Unsur ketiga dari sastra profetik yang relevan dengan dakwah Muhammadiyah adalah  transendensi. Sastra profetik menjadikan nilai-nilai transcendental sebagai bagian penting dari proses membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama pada kedudukan yang sangat sentral dalam karya sastra profetik. Nilai-nilai transcendental inilah yang akan membimbing manusia menuju nilai-nilai luhur kemanusiaan. Transendensi juga memberi arah ke mana dan untuk tujuan apa humanisasi dan liberasi dilakukan.

 

Konsep transendensi ini juga relevan dengan semangat dakwah Muhammadiyah. Seruan amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya slogan belaka, tetapi ada upaya untuk menjunjung nilai-nilai ketuhanan. Dakwah-dakwah yang dilakukan Muhammadiyah, dalam upayanya menegakkan kebaikan dan mencegah segala kemunkaran hanyalah untuk menjalankan perintah Allah SWT dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Perjalanan dakwah Muhammadiyah hingga saat ini keutamaannya bukanlah meningkatkan citra Muhammadiyah itu sendiri, tetapi bagaimana mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Segala yang dilakukan Muhammadiyah, tertuju hanya untuk Allah SWT.

 

Sastra profetik menjadi salah satu jenis sastra yang relevan dalam semangat dakwah Muhammadiyah. Relevansi ini tidak terlepas dari konsep sastra profetik yang selaras dengan konsep dakwah Muhammadiyah. Dalam Muhammadiyah, dakwah bukan hanya dilakukan dalam mimbar-mimbar, tetapi aksi-aksi nyata yang berkontribusi dalam kehidupan masyarakat. Sastra profetik pun seperti itu. Sastra Islami tidak hanya persoalan cerita tentang Islam, tetapi ada semangat menyeru pada kebaikan, mencegah kemunkaran, yang orientasinya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.


(Achmad Abimubarok /Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UHAMKA)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pendidikan Sastra Profetik dengan Dakwah Muhammadiyah

Trending Now

Iklan

iklan