Kabarpendidikan.id Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berkemajuan tentu memandang karya sastra sebagai media yang relevan untuk berdakwah. Sejak masa-masa awal, Muhammadiyah menggunakan beragam media dakwah agar masyarakat tertarik mendengarkan dakwah. Kita tahu bahwa K. H. Ahmad Dahlan pernah memainkan biola dalam mengajar agar muridmuridnya semakin tertarik belajar. Buya Hamka banyak menyampaikan nilai-nilai keIslaman melalui novel-novelnya yang masterpiece. Hingga Kuntowijoyo yang membuat konsep sastra Islami yang bukan hanya menyebarkan nilai-nilai tetapi menggambarkan secara langsung bagaimana semesterinya umat Islam itu bergerak.
Dalam ranah sastra, ada jenis sastra yang relevan dengan
dakwah Muhammadiyah, yaitu sastra profetik. Sastra profetik ini dikonsepkan
oleh Kuntowijoyo, yang juga bagian dari warga Muhammadiyah. Sastra profetik
bukan karya sastra yang hanya memberi pengetahuan tentang nilai-nilai Islami,
tetapi ada semangat untuk menjadi umat terbaik yang berkontribusi dalam
aktivitas kehidupan masyarakat Islam. Selaras dengan jalan Muhammadiyah, sastra
profetik akan menggambarkan bagaimana upaya-upaya manusia untuk menjadi masyarakat
Islami yang humanis, liberasi, dan transenden.
Sebagai gambaran, mari kita cermati kutipan larik puisi
Perahu yang ditulis oleh Edy Sukardi.
Al Aquran dan As-Sunnah adalah pedoman bersama
Ulama dan zuama adalah nakhoda mulia
Mari bersama menuju jalan utama
Islam yang menjadi rahmat buat semua
Berdasarkan larik puisi di atas, pengarang memberikan
gambaran tentang Islam yang bisa menjadi rahmat bagi semua manusia. Dalam puisi
tersebut setidaknya dijelaskan dua syarat untuk mencapai Islam yang rahmatan
lil ‘alamin. Syarat pertama, Al Quran dan As-Sunnah menjadi pedoman yang tidak
bisa dilepaskan dari aspek kehidupan sehari-hari. Dua pedoman itu menjadi
kekuatan untuk menjalankan sesuatu dengan baik dan benar agar mendapat
keridhoan dari Allah SWT. Syarat kedua, Ulama dan zuama (pemimpin) adalah
kemudi dalam menjalankan roda keIslaman. Ulama dan zuama menjadi pondasi yang
penting bagi kekuatan Islam. Ulama menjadi pemandu masyarakat Islam agar tetap
berada pada koridor Al Quran dan As Sunnah. Zuama membuat kebijakan yang
relevan dengan tuntunan Al Quran dan As Sunnah. Jika kedua syarat tersebut
dapat terus digenggam, maka Islam akan menjadi agama yang menjadi rahmat bagi
umat manusia.
Puisi di atas merupakan gambaran singkat bagaimana karya
sastra menjadi media dakwah. Nilai-nilai Islami yang ada dalam puisi tersebut
akan mudah terserap oleh pembaca, sebab pembaca tidak merasa digurui. Jadi, mari kita luaskan sudut pandang kita
terhadap sastra, bahwa sastra bukan lagi soal cerita rekaan dan pengungkapan
ekspresi semata tetapi sebuah media untuk menyebarkan nilai-nilai Islami yang
dapat dinikmati bagi semua kalangan.
Sastra profetik merupakan bagian dari pengembangan sastra
Islami, di mana sastra profetik memiliki unsur-unsur selain hubungan manusia
dengan Allah SWT, seperti hubungan manusia dengan manusia lainnya dan manusia
dengan lingkungannya. Berbeda dengan sastra Islami yang sifatnya sufistik,
sastra profetik lebih mengutamakan bagaimana menjadi manusia yang berkontribusi
dalam aktivitas kehidupannya. Sastra profetik memandang, menjadi manusia yang
berkontribusi adalah bagian dari mencintai dan menjalin hubungan dengan Allah
SWT.
Sastra profetik sebenarnya lebih dikenal sebagai sastra yang
memiliki nafas atau semangat kenabian. Nabi seperti yang kita pahami akan
menuntun umat ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Begitu pun sastra profetik yang
sejatinya memberikan gambaran tentang menjadi manusia yang berkontribusi dalam
kehidupan, jadi secara tidak langsung menuntun manusia ke arah umat Islam terbaik.
Konsep sastra profetik terinspirasi dari Q. S. Ali Imran
ayat 110.
Artinya: Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.
Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang
fasik
Dalam ayat tersebut, terdapat empat kandungan yang terdiri
atas;
- Konsep umat terbaik, yaitu sebuah tantangan untuk bekerja lebih keras ke dalam aktivisme sejarah.
- Aktivisme sejarah, yaitu keterlibatan umat dalam sejarah.
- Pentingnya kesadaran, yaitu manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang diberikan tugas oleh Allah sebagai khalifah.
- Etik profetik, yaitu menyuruh pad akebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan serta beriman kepada Allah
Relevansi Sastra Profetik dengan Dakwah Muhammadiyah
Salah satu kandungan Q. S. Ali Imrah ayat 110 adalah etik
profetik, yakni menyuruh pada kebaikan, mencegah keburukan, dan beriman kepada
Allah SWT. Etik profetik inilah yang menjadi kandungan dalam sastra profetik
sebagai media dakwah dan relevan dengan dakwah Muhammadiyah. Sebagaimana kita
pahami bahwa Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang berkemajuan memandang luas
media untuk berdakwah, sebab Muhammadiyah sangat menyesuaikan dengan situasi
zaman namun tidak pernah lepas dari tujuan utamanya, yakni sebagai gerakan
Islam yang melaksanakan dakwah amar
ma’ruf nahi munkar dengan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Unsur sastra profetik pertama yang relevan dengan dakwah
Muhammadiyah adalah humanisasi. Konsep ini bermakna menjadikan manusia atau
upaya mengembalikan manusia kepada fitrahnya seperti memanusiakan manusia,
menghilangkan rasa kebendaan, ketergantungan, kekerasan, saling membenti.
Dengan humanisasi, manusia akan mampu menjadi umat yang konsisten menyeru
kepada kebaikan, bertanggung jawab dalam menjalankan tugas sebagai individu,
masyarakat, juga sebagai hamba Allah SWT.
Konsep humanisasi ini relevan dengan dakwah Muhammadiyah
yang selalu menyeru kepada kebaikan. Muhammadiyah menyerukan konsisten membuat
pengajian-pengajian dari ranting hingga pimpinan pusat, dari sekolah hingga
universitas. Selain itu, Muhamammadiyah menjadikan program Al Islam dan Kemuhammadiyahan
(AIK) sebagai program unggulan untuk mencetak kader masa depan yang Islami dan
memiliki jiwa Muhammadiyah. Melalui program AIK, Muhammadiyah tidak pernah
letih menyeru kepada kebaikan.
Unsur kedua dari sastra profetik yang relevan dengan dakwah Muhammadiyah
adalah liberasi. Liberasi dalam sastra profetik ditujukan untuk membuka mata
para pembaca bahwa manusia harus mencegah hal-hal yang bersifat munkar. Manusia
harus bisa memerdekakan manusia lainnya dari segala bentuk kemunkaran seperti
ketidakadilan, penindasan, dan sebagainya. Sastra profetik dalam hal ini juga
memiliki tugas untuk mencegah hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan.
Konsep liberasi ini relevan dengan semangat dakwah
Muhammadiyah yang selalu menggaungkan mencegah kemunkaran. Muhammadiyah dalam
dakwahnya sangat tegas menyampaikan hal-hal yang bertentangan dengan Al-Quran
dan As Sunnah. Muhammadiyah tidak pernah takut untuk menyatakan haram. Misalnya
saja Muhammadiyah yan gmengharamkan rokok, walaupun banyak pertentangan di
masyarakat., tetapi Muhammadiyah tetap konsisten. Bahkan di amal usaha
Muhammadiyah, selalu terpampang kawasan bebas rokok.
Unsur ketiga dari sastra profetik yang relevan dengan dakwah
Muhammadiyah adalah transendensi. Sastra
profetik menjadikan nilai-nilai transcendental sebagai bagian penting dari
proses membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama pada kedudukan yang
sangat sentral dalam karya sastra profetik. Nilai-nilai transcendental inilah
yang akan membimbing manusia menuju nilai-nilai luhur kemanusiaan. Transendensi
juga memberi arah ke mana dan untuk tujuan apa humanisasi dan liberasi
dilakukan.
Konsep transendensi ini juga relevan dengan semangat dakwah
Muhammadiyah. Seruan amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya slogan belaka, tetapi
ada upaya untuk menjunjung nilai-nilai ketuhanan. Dakwah-dakwah yang dilakukan
Muhammadiyah, dalam upayanya menegakkan kebaikan dan mencegah segala kemunkaran
hanyalah untuk menjalankan perintah Allah SWT dengan tuntunan Nabi Muhammad
SAW. Perjalanan dakwah Muhammadiyah hingga saat ini keutamaannya bukanlah
meningkatkan citra Muhammadiyah itu sendiri, tetapi bagaimana mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Segala yang dilakukan Muhammadiyah,
tertuju hanya untuk Allah SWT.
Sastra profetik menjadi salah satu jenis sastra yang relevan dalam semangat dakwah Muhammadiyah. Relevansi ini tidak terlepas dari konsep sastra profetik yang selaras dengan konsep dakwah Muhammadiyah. Dalam Muhammadiyah, dakwah bukan hanya dilakukan dalam mimbar-mimbar, tetapi aksi-aksi nyata yang berkontribusi dalam kehidupan masyarakat. Sastra profetik pun seperti itu. Sastra Islami tidak hanya persoalan cerita tentang Islam, tetapi ada semangat menyeru pada kebaikan, mencegah kemunkaran, yang orientasinya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
(Achmad Abimubarok /Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia FKIP UHAMKA)