KabarPendidikan.id - Dilansir dari Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Ikut memberikan pandangan terhadap tingginya Nilai kekerasan yang terjadi pada lingkungan pendidikan di Indonesia khususnya pada kota kota besar. KPAI memberikan tanggapan bahwa hal itu terjadi karena dampak dari Pembelajaran jarak jauh atau disebut juga Learning loss dan dampak lainnya seperti pada game online atau media sosial yang dimana anak menonton konten tidak ramah yang bukan disajikan untuk anak – anak.
“Hingga karakter, akhlak, dan budi pekerti anak menjadi lemah,” ujar Diyah Puspitasari sebagai Komosiner KPAI saat memberi keterangan dikantor KPAI Menteng Jakarta pusat pada kemarin, Senin (9/10).
Dengan adanya penyimpangan antar relasi seperti pada pendidik dengan peserta didik, peserta didik dengaan sesama peserta didik lainnya.
“Karena merasa kaka kelas, merasa lebih kuat sehingga dapat dorongan diri untuk melakukan kekerasan pada adik kelasnya yang lebih lemah,” ujar Diyah.
Hal ini menyebabkan KPAI dapat menilai untuk melakukan struktur kurikulum dan rencana pembelajaran yang berfokus pada kognitif untuk dapat menghindari kurangnya perhatian pada pendidikan karakter.
Terutama pada lemahnya pengawasan, kebijakan, serta aturan yang dari pihak sekolah pada penerapan yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan. Terlebih kurangnya kontrol diri pada anak dan keluarga yang kurang harmonis dapat menjadi salah satu penyebab kekerasan lingkungan di sekolah atau satuan pendidikan.
Pengaruh tayangan tayangan media sosial yang tidak ramah kerap dilakukan anak disekolah.
“Akibatnya menurunkan rasa peduli antar satu sama lain” ujar Diyah Puspita yang menyayangkan perlakukan anak anak yang telah terpengaruh akibat konten oknum – oknum yang tidak seharusnya disajikan anak – anak.
Hingga saat ini KPAI menyebutkan bahwa penyebab kekerasan yang anak lakukan disekolahnya karna rendahnya kebijakan sekolah dalam menciptakan rasa aman dan lemahnya pengawasan dispilin pada suatu sekolah.
