Oleh : Hosiyah
Mahasiswa FEB Uhamka
Tahun 2022 ini, sudah banyak pemberitaan terkait dengan kenaikan
harga pangan di Indonesia, seperti minyak goreng, telur ayam, bawang merah,
bawang putih, cabai, daging ayam, dan jagung. Pemberitaan terkait harga di
pasar global ini tampaknya akan terus marak, dan melambung tinggi sampai
mengakibatkan inflasi global. Khususnya menjelang perayaan hari raya idul adha.
Belum lagi, masalah klasik yang selalu menjadi bahan perdebatan
dikalangan para pemangku kebijakan. Seperti kerentanan ketersediaan pangan
akibat perubahan iklim, urbanisasi, demografi, hinggal hal yang terkait masalah
kesehatan, kompleksitas permasalahan pangan ini perlu menjadi perhatiaan
seluruh pihak agar pemenuhan kebutuhan pangan dapat terealisasi sehingga
terhindar dari krisis pangan.
Sejatinya, kenaikan harga pangan telah menjadi rutinitas tahunan
yang terus berulang dengan komoditas yang hampir sama, setiap tahun masyarakat harus
mengalami kenaikan harga yang terus menggerus daya beli mereka yang belum tentu
diimbangi dengan kenaikan pendapatan. Oleh karena itu pemerintah harus berusaha
keras supaya kenaikan harga pangan ini tidak berulang dan menjadi rutinitas
tahunan.
Kita semua berharap badan pangan nasional mampu membangun sistem
tata kelola pangan nasional yang moncer dan terintegrasi dengan baik. Dengan
begitu pilar-pilar ketahanan pangan dapat terealisasi, dari ketersediaan, akses,
penggunaan, hingga stabilitas pangan. Dalam jangka panjang atau menengah, kenaikan
harga pangan merupakan puncak gunung es dari akumulasi permasalahan tata kelola
lapangan dalam negeri permasalahan pangan bukan hanya bermuara di sektor hilir.
melainkan sudah mulai muncul sejak di sektor hulu. Oleh karena itu solusi yang
dibuat pemerintah harus komprehensif mulai dari sektor hulu sampai sektor hilir
sehingga gejolak harga pangan ini tidak terulang di masa mendatang.