Akses Perempuan dalam Pendidikan

Senin, 31 Januari 2022 | 09:24 WIB Last Updated 2022-01-31T02:24:00Z

 

Karya Anaka Irsa

Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Fikes UHAMKA


Akses pendidikan merupakan hak seluruh rakyat sebagaimana yang tersirat dalam Undang-undang Dasar 1945 bahwa pendidikan nasional ditujukan untuk semua warga negara. Walaupun dalam segi pembiayaan terutama pendidikan dasar sudah difasilitasi oleh negara masih banyak warga negara yang belum dapat mengakses pendidikan. Keadaan ini dapat dilihat berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2018 bahwa capaian pembangunan manusia laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Tercatat bahwa IPM laki-laki mencapai 75,43 sementara IPM perempuan sebesar 68,63 (Badan Pusat Statistik, 2018). Secara konseptual, realitas ini menunjukkan adanya disparitas gender.

Ketidaksetaraan akses perempuan dalam pendidikan salah satunya disebabkan oleh budaya patriarki yang sebagian besar ada di belahan dunia termasuk Indonesia (Nasir & Lilianti, 2017). Masyarakat yang menganut patriarki menempatkan peran laki-laki lebih dominan dalam segala hal dibandingkan perempuan (Rokhmansyah, 2016) Budaya paternalistik dan ideologi patriarki yang dianut masyarakat membatasi akses perempuan dalam memperoleh pendidikan. Hal ini turut menyumbang pada rendahnya kualitas pendidikan bagi perempuan. 

Pada masyarakat terdapat anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, pada akhirnya akan ke dapur. Bahkan dalam keluarga yang memiliki keuangan terbatas, maka pendidikan akan diprioritaskan pada anak laki-laki (Narwoko, J. Dwi & Suyanto, 2013). Biasanya orang tua lebih mementingkan anak laki-lakinya untuk sekolah yang tinggi sedangkan anak perempuannya diminta di rumah. Hal ini membuat anak perempuan kesulitan untuk mendapatkan akses pengetahuan. Pada dasarnya ada faktor kultural yang menyebabkan individu dalam keluarga dan masyarakat tidak mempunyai akses yang sama untuk merealisasikan hak-haknya sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat maupun sebagai warga negara. Salah satu hambatan kultural tersebut adalah adanya relasi gender (gender relation) yang tidak adil dan setara sebagai akibat dari budaya yang sangat paternalistik, di masyarakat kondisi seperti ini nampak dengan jelas karena sampai saat ini keterbatasan akses perempuan terhadap pendidikan, ekonomi, dan lain-lain masih cukup menonjol (Arjani, 2007).

Perempuan dan Pendidikan ibarat dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan, berbeda tapi sangat berkaitan erat. Perempuan membutuhkan pendidikan untuk menjalankan tugas dan kewajibannya. Perempuan harus sadar akan pentingnya pendidikan karena hal tersebut berpengaruh pada semua bidang termasuk pada kemajuan bangsa. Perempuan yang cerdas akan melahirkan anakanak yang cerdas. Oleh karena itu perempuan tidak boleh ketertinggalan perihal pemikiran dan pengetahuan karena dia memikul tugas yang besar dalam kehidupan ini.

Pentingnya pendidikan menurut Kartini karena Pendidikan adalah sebuah cara yang dipakai untuk membuka wawasan masyarakat menuju tahap modernitas. Tahapan dalam menuju negara maju, dibutuhkan kesetaraan yang dapat membangun pagar suatu bangsa. Dengan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan maka kemajuan suatu bangsa akan lebih mudah dalam pencapaiannya, ini dikarenakan adanya kerjasama di antara keduanya. Adanya persamaan derajat pendidikan disebut sebagai suatu kebebasan bagi kaum perempuan. Tentu kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan untuk berdiri sendiri dan menjadi perempuan yang mandiri tidak bergantung pada yang lain. Karena itulah emansipasi perempuan sangat dibutuhkan karena dengan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, maka pemikiran nya akan bersatu dan hasil dari pemikiran tersebut akan melahirkan pemikiran yang lebih baik.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Akses Perempuan dalam Pendidikan

Trending Now

Iklan

iklan