Pembelajaran Daring Membuat Orang Tua Repot

Jumat, 05 Februari 2021 | 16:11 WIB Last Updated 2021-02-05T09:11:00Z


Kabarpendidikan.id
Pada masa pandemi Covid-19, seluruh instansi pendidikan dalam lingkup sekolah tidak bisa melaksanakan pembelajaran secara langsung. Maka dari itu, Dinas Pendidikan memutuskan pembelajaran dilakukan dengan cara daring. Pembelajaran daring adalah proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam jaringan (online). Tentunya berbeda dengan pembelajaran secara langsung, di mana siswa bisa bertatap muka dengan guru dan teman satu kelas. Sedangkan pembelajaran daring, siswa tidak bisa bertatap muka secara langsung dan dilakukan dengan jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi, yaitu handphone. Setelah memiliki handpone siswa harus memiliki kuota agar bisa terhubung dengan jaringan.

 

Dalam pembelajaran daring tersebut membuat orang tua harus mendampingi putra-putrinya selama pembelajaran daring berlangsung. Inilah yang merepotkan. Khususnya, orang tua yang gaptek maupun sibuk bekerja.

 

Pembelajaran daring membuat orang tua harus bisa mengatur waktu dalam mendampingi anaknya selama pembelajaran daring dengan pekerjaannya. Tak hanya soal waktu, teknologi juga menjadi masalah tersendiri. Kebanyakan orang tua masih awam dalam menggunakan teknologi dan membuat orang tua menjadi kesulitan dalam memahami materi pembelajaran tersebut.

 

Pembelajaran daring memang ada plus minusnya. Beban dari pembelajaran hampir 75 persen kembali lagi ke orang tua. Bagaimanapun anak yang dididik di rumah butuh pendamping dalam pembelajaran. Tidak bisa dilepas sama sekali dari fungsi guru sebagai tutor dan fasilitator untuk memberi materi pembelajaran. Sedangkan orang tua lebih kepada pelaksanaannya, yakni memberi pengarahan atas pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

 

Meskipun sekolah telah memfasilitasi guru dengan membuat video YouTube untuk anak jenjang SD yang materinya dibuat oleh guru, namun orang tua tetap harus melakukan pendampingan. Baginya, kendala utamanya adalah bagi orang tua yang bekerja. Sehingga waktu untuk mendampingi putra-putrinya akan terganggu. Apalagi bagi mereka yang anak-anaknya tidak diberikan fasilitas handphone ataupun laptop sendiri. Pasti kesulitannya akan bertambah lagi. Selama belajar dari rumah tanpa pendampingan orang tua dikarenakan orang tua sedang bekerja membuat anak-anak seolah jadi libur tanpa ada kegiatan yang bisa terkendali. Pembelajarannya hanya bisa dilakukan pada malam hari saat orang tua sudah pulang bekerja. Memang solusinya adalah dengan membuat rangkuman dari buku-buku yang ad, dibuat dengan menulis sendiri oleh anaknya dan membaca lalu dikumpulkan kepada orang tua, ini cukup membantu dalam belajar di rumah.

 

Selain itu, yang terpenting pelajaran tidak memberatkan orang tua siswa. Sebab, siswa SD harus mendapat bimbingan full dari orang tua. Berbeda dengan siswa SMP dan SMA. Jika tidak dalam pengawasan dan bimbingan, anak tidak bisa memahami pelajaran yang disampaikan. Mengajar dengan metode ini diakuinya memang sulit. Apalagi SD merupakan sumber ilmu dasar. Semua pembelajaran dari sini, mulai dari membaca, menulis, dan berhitung. Jika orang tua tidak konsen pada tugas, maka saat menerangkan pelajaran ke anak akan susah. Ditambah, jika anak malas baca buku, maka pembelajaran akan ngadat.

 

Pembelajaran daring siswa SD kelas awal, termasuk anak TK, sudah pasti menjadi beban tersendiri bagi orang tua siswa. Kebanyakan kasus,  justru orang tua yang harus meng-handle tugas-tugas anaknya. Yang menjadi persoalan, tidak setiap orang tua mempunyai waktu banyak untuk menemani anak belajar. Fenomena itu membuat pembelajaran daring, terutama anak TK dan SD sangat kurang efektif. Tetapi, dalam situasi yang belum stabil seperti sekarang, memaksakan sekolah tatap muka sama saja dengan mempertaruhkan keselamatan dan keberlangsungan hidup generasi penerus kita. Sangat berisiko dan berbahaya.

 

Saya berharap perlu segera dilakukan adaptasi kurikulum dengan segala perangkatnya. Termasuk memberikan kecakapan baru kepada anak-anak untuk mampu beradaptasi dengan pola kehidupan yang baru. Disatu sisi saya menyambut baik dengan alokasi dana BOS yang mulai digunakan untuk pembiayaan operasional sekolah, seperti pembelian kuota. Ketika operasional sekolah ada peralihan dari penggunaan dana untuk mencukupi kebutuhan alat tulis-menulis ke pemenuhan sarana internet dan IT untuk menunjang pembelajaran di masa pandemik seperti ini.

(Annisa Nur Atika/ Mahasiswa PGSD Uhamka)



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pembelajaran Daring Membuat Orang Tua Repot

Trending Now

Iklan

iklan