Proses Belajar Secara Daring di Tengah Wabah Covid-19

Sabtu, 09 Januari 2021 | 06:07 WIB Last Updated 2021-01-09T00:27:16Z


Kabarpendidikan.id
 Akhir tahun 2019 seluruh dunia tengah di serang oleh wabah virus yang berasal dari Wuhan China. Virus ini bernama Covid-19 yang merupakan jenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus dari golongan Corona virus, yaitu SARS-CoV-2 yang juga sering disebut Virus Corona. Virus ini menyebabkan gangguan sistem pernafasan, mulai dari gejala yang ringan seperti flu, hingga infeksi paru-paru seperti pneumonia. Penyebaran virus ini termasuk sangat masif sekali, bahkan hampir seluruh dunia mengalami serangan wabah ini.

 

Kepanikan terjadi dimana mana, bahkan sampai ada fenomena panic buying yang terjadi di masyarakat. Dimana banyak masyarakat saling berlomba lomba dalam menyetok barang dirumah dan pada akhirnya terjadi krisis stok bahan makanan. Tak hanya makanan, peralatan kesehatan seperti masker dan handsanitizer pun mengalami kelangkaan akibat fenomena panic buying ini. Pada akhirnya si “Orang berduitlah” yang menguasai barang barang tersebut. Disisi lain banyak yang mengeluhkan karena kekuarangan bahan pangan juga peralatan penunjang kesehatan, yang membuatnya menjadi rentan terhadap virus ini. Bahkan mungkin banyak dari mereka yang sakit dan meninggal karena fenomena ini.

 

Maka pemerintah dalam hal ini tidak hanya tinggal diam, banyak kebijakan yang dibuat untuk mengurangi dampak dari virus Covid 19 ini. Salah satu kebijakan yang masif dilakukan diseluruh dunia adalah “Lockdown”. Di Indonesia sendiri dikenal dengan sebutan “Pembatasan Sosial Berskala Besar / PSBB”. Banyak aktivitas baik kantor maupun pendidikan yang terdampak. Sehingga media online pun menjadi jalan keluar agar aktivitas ini dapat berjalan semestinya.

 

Lembaga pendidikan di paksa untuk menyesuaikan diri dengan aktivitas belajar dan mengajar melalui media daring. Begitu pun para pelajar harus membiasakan diri dalam hal ini, tidak mengenal strata semua wajib mengikuti aturan ini jika tidak mau tertinggal pelajaran, bagaimana pun caranya harus mereka tempuh. Metode ini mengharuskan mereka memenuhi berbagai perangkat dalam mendukung kegiatannya seperti halnya, handphone, paket internet, dan lain-lain.

 

Dalam konteks ini tidak semua masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan terkait pembelajaran daring/online. Sehingga tak sedikit dari mereka yang rela melakukan apa saja hanya agar anaknya dapat sekolah. Biasanya mereka berhutang ke tetangga atau ke rentenir di desanya, bahkan sampai menggadaikan atau menjual barang yang ada untuk memenuhi hal tesebut.

 

Namun tidak sedikit juga orang tua peserta didik yang menyerah terhadap pendidikan anaknya. Mereka tidak mampu memenuhi sarana dan prasarana penunjang aktivitas belajar anaknya. Sehingga yang terjadi adalah mereka menarik anak-anak mereka dari dunia pendidikan, lebih baik bagi mereka daripada mati dalam keadaan lapar. Sehingga banyak anak yang putus sekolah dan terpaksa untuk bekerja, hal ini terjadi biasanya di daerah berbeda dengan perkotaan yang rasanya banyak dari mereka yang memang masih berkecukupan.

 

Selain dari terbatasnya sarana dan prasarana, kemampuan dalam akses internet serta pengoperasian perangkat seperti komputer masih minim khususnya pelajar dari daerah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hanya ada sekitar 20% pelajar daerah yang dapat menggunakan komputer, dan hanya 33% yang dapat mengakses internet. Berbeda dari pelajar yang berasal dari perkotaan, terdapat 44% yang bisa menggunakan komputer dan 55% bisa mengakses internet.

 

Pembelajaran daring membuat tidak sedikit para pelajar baik dari siswa ataupun mahasiswa yang mengeluh akibat kurang bahkan tidak memahami sama sekali pelajaran yang di jelaskan, apalagi jika pelajaran itu membutuhkan praktek langsung seperti halnya, matematika, akuntansi, pajak, kesehatan, ekonomi dan lain-lain. Juga tidak sedikit para pelajar mengeluhkan masalah kuota internet yang begitu besar ketika melakukan pembelajaran secara daring, pengeluaran untuk kuota internet pun menjadi membengkak. Dan kurangnya interaktif antar pengajar dan pelajar, bahkan dalam masalah kontrol, para pelajar biasanya tidak mengaktifkan kamera pada saat pembelajaran yang membuat ketidakpastian bagi tenaga pengajar apakah pelajar ini menyimak atau hanya sekedar bergabung atau malah tidur pada saat jam pelajaran berlangsung.

 

Maka jika kita lihat dari konteks tersebut, sistem pembelajaran daring ini kurang efektif dan juga efisien dibanding dengan pembelajaran secara tatap muka. Mulai dari bertambahnya biaya khususnya paket internet, kurangnya pemahaman dari materi yang disampaikan, dan ketidakmampuan orang tua peserta didik dalam memenuhi sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pembelajaran daring ini.

 

(Muammar Fikri Ramadhan/Mahasiswa Akuntansi FEB Uhamka)


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Proses Belajar Secara Daring di Tengah Wabah Covid-19

Trending Now

Iklan

iklan