Perhimpunan Guru Kecam Pemerintah dan DPR: Mengapa Sektor Pendidikan Masuk dalam UU Cipta Kerja

Rabu, 07 Oktober 2020 | 13:26 WIB Last Updated 2020-10-07T09:40:09Z



Kabarpendidikan.id. Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, mengecam sikap DPR dan pemerintah yang tetap memasukkan sektor pendidikan dalam UU Cipta Kerja.

 

Seperti yang disunting dari laman Kompas, Satriwan mengatakan, pihaknya sudah menyambut baik sikap DPR dan pemerintah yang sebelumnya berkomitmen tak memasukkan sektor pendidikan dalam RUU sapu jagat tersebut. Namun, dalam draf final UU Cipta Kerja masih terdapat sektor pendidikan.

 

"Ternyata masih ada Pasal yang memberi jalan luas kepada praktik komersialisasi pendidikan. Dengan kata lain, UU Ciptaker menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan," kata Satriwan dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).

Satriwan mengatakan, sektor pendidikan yang terdapat dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65 Ayat (1) dalam UU Cipta Kerja yang menyebutkan, "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini.

 

" Kemudian Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah".

 

Menurut Satriwan, ketentuan tersebut membuat pemerintah semakin leluasa mengeluarkan kebijakan perizinan usaha di sektor pendidikan yang notabene sektor pendidikan merupakan bagian yang seharusnya tak tersentuh kehendak korporasi.

 

"Artinya pemerintah (eksekutif) dapat saja suatu hari nanti, mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya," ujarnya.

 

Kemudian, Satriawan mengatakan, Pasal 1 Ayat (4) dalam UU Cipta Kerja juga menjelaskan terkait "Perizinan Berusaha" yaitu, legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

 

Oleh karenanya, ia menilai, sektor pendidikan akan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi.

DPR, menurut Satriwan, tak berkomitmen dalam menepati janjinya terhadap dunia pendidikan dan pegiat pendidikan.

 

"Hal ini menjadi bukti bahwa anggota DPR sedang melakukan prank terhadap dunia pendidikan termasuk pegiat pendidikan. Sebelumnya dengan pedenya mereka mengatakan cluster pendidikan telah dicabut dari RUU ini, ternyata sebaliknya," pungkasnya.

 

DPR sebelumnya telah mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

 

Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.

 

Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.

 

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.

 

Dikutip dari laman Kompas, Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.

 

"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. 
Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga. (LBM)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perhimpunan Guru Kecam Pemerintah dan DPR: Mengapa Sektor Pendidikan Masuk dalam UU Cipta Kerja

Trending Now

Iklan

iklan