Oleh:
Zuliandra Salsabila Hemalia Putri
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. Hamka
Dalam beberapa tahun terakhir,
banyak terjadi pelecehan seksual terhadap anak-anak, remaja, & orang dewasa
dengan mayoritas korbannya adalah perempuan. Menurut Kementrian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sebanyak 23.684 perempuan menjadi
korban kekerasan seksual di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah korban pada
perempuan jauh lebih banyak dibandingkan dengan korban laki-laki yang sebanyak
4.394. Sebagian besarnya lagi tidak berani untuk melapor, karena mereka
menganggap bahwa yang mereka alami adalah aib. Hal seperti ini perlu dibenahi
mulai dari akarnya agar kasus-kasus kekerasan ataupun pelecehan seksual tidak
lagi terjadi.
Kekerasan seksual bisa terjadi
karena kurangnya edukasi seksual yang diberikan kepada seseorang. Kebanyakan
masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa pembahasan tentang sesuatu yang
berbau seksual adalah hal yang tabu dan tidak pantas dibicarakan. Padahal,
informasi tentang seks perlu diedukasikan kepada anak-anak sejak usia dini.
Orang-orang juga beranggapan bahwa akan menjadi pengaruh yang buruk jika anak-anak
mendengar apalagi membicarakan tentang seks pada usia mereka karena hal
tersebut tidak pantas. Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang harus dibenahi
agar masyarakat Indonesia tidak lagi kekurangan edukasi yang akan sangat
berpengaruh pada masa depan seseorang.
Kurangnya edukasi seksual dari orang
tua pada anak sejak usia dini bisa mengakibatkan anak tersebut menjadi
penasaran dan mencari tahu sendiri. Apalagi di zaman serba modern seperti
sekarang ini, mengakses sesuatu sangatlah mudah untuk dilakukan melalui
internet. Dikhawatirkan jika seorang anak mencari tahu sendiri tentang apa itu
seks tanpa pengawasan orang tua, mereka bisa menemukan sesuatu yang berbau
pornografi dari internet. Hal tersebut bisa berakibat fatal pada kehidupannya.
Menurut
Mark B. Kastleman dalam Subiakto 2020, pornografi adalah narkoba di era
milenium baru yang membuat dunia berada di tengah-tengah bemcana mengerikan.
Selain mengacaukan kehidupan, pornografi dapat merusak otak pada bagian PFC (Pre
Frontal Cortex) yang merupakan control di area kortikal pada otak bagian
depan yang mengatur fungsi kognitif dan emosi. Maka dari itu, tidak sedikit
pelaku pelecehan seksual yang awalnya hanya sekadar mencari tahu tentang apa
itu seks melalui pornografi. Pornografi bersifat candu, orang yang sudah
melihat sesuatu yang berbau pornografi, pasti akan terus ketagihan jika ia
tidak berusaha untuk mengendalikannya.
Tentu
saja tidak semua orang seperti itu, tapi, sudah banyak kasus yang menyebabkan
terjadinya pelecehan seksual yang bemula dari kurangnya edukasi seksual. Perlu
diketahui bahwa memberikan edukasi seksual kepada anak tidaklah tabu. Hal
seperti itu sangatlah penting untuk diberitahukan pada anak. Sebagai generasi
modern, kita harus berpikiran terbuka terhadap sesuatu yang terjadi pada saat
ini. Bisa dimulai dengan mengedukasi anak tentang bagian-bagian tubuh mana saja
yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Seiring
perkembangan anak, bisa diberitahukan tentang apa itu seks secara perlahan dan
mudah dipahami. Pada tingkatan Sekolah Menengah pun juga akan dipelajari
melalui mata pelajaran IPA. Disini peran orang tua dan guru sangat dibutuhkan
untuk mengedukasi para anak agar tidak salah mengambil jalan.