Paylater dalam Islam

Jumat, 06 Mei 2022 | 10:09 WIB Last Updated 2022-05-06T03:09:00Z

 



Oleh : Lintang Faradila Brilliani

Mahasiswa Uhamka


Era digital semakin memudahkan kehidupan manusia. Berbagai macam aktivitas cukup dilakukan hanya dengan duduk dan menatap layar gadget, mulai dari bekerja hingga berbelanja. Tren berbelanja melalui e-commerce semakin hari semakin marak dilakukan hingga menimbulkan berbagai jenis transaksi pembayaran, baik dengan sistem bank transfer, cash on delivery atau bayar ditempat, hingga paylater. Paylater berasal dari Bahasa Inggris Pay yang berarti bayar dan Later yang berarti nanti. Ini merupakan sebuah metode pembayaran digital dimana pembeli dapat membeli sebuah barang atau jasa terlebih dahulu dan membayarnya nanti. Jika dilihat dari pola mekanismenya, paylater menyerupai transaksi kartu kredit, hanya saja paylater berbasis dengan finansial technology (fintech). Semakin maraknya penggunaan fitur paylater pada berbagai aplikasi online, semakin banyak pula yang mempertanyakan hukum paylater itu sendiri. 

Dalam hukum Islam, setidaknya ada empat hukum mengenai paylater yang saya ketahui hingga detik ini. Yang pertama yaitu paylater sebagai riba. Riba adalah bunga yang dikenakan dari jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman awal yang dibebankan kepada peminjam, paylater dikatakan riba ketika terdapat tambahan biaya yang disyaratkan di muka oleh penerbit paylater kepada konsumen. Yang kedua paylater sebagai akad ijarah. Hutang yang diberikan oleh perusahaan pada aplikasi paylater tersebut bukan termasuk riba yang diharamkan sebab tambahan tersebut hanya bisa diperoleh lewat penggunaan aplikasi. Karena harus memakai aplikasi, maka tambahan itu termasuk bagian dari akad ijarah.

Yang ketiga paylater sebagai akad ba’i tawarruq. Yakni, cicilan pembayaran konsumen kepada pihak yang meminjamkan paylater hendaklah sama jumlahnya tiap bulannya hingga masa cicilan berakhir/hingga cicilan tersebut lunas. Bila cicilan yang berlaku jumlahnya sama setiap bulannya, maka pola transaksi yang terjadi menyerupai ba’i tawarruq yang mana hukumnya mubah. Dan yang terahir menjadikan paylater sebagai akad Ju’alah. Jika paylater berasaskan akad ini, maka pengambilan uang tambahan/upah dalam paylater bersifat mubah dan tidak termasuk riba karena upah yang diambil dalam akad ini adalah upah atas sebuah jasa, yakni jasa penyedia aplikasi yang telah mencarikan pinjaman uang kepada konsumen.

Paylater adalah fitur dan produk yang netral dan bermanfaat bagi pengguna pada khususnya. Apabila kebutuhan yang dibeli dengan paylater itu adalah kebaikan, maka kehadiran fitur ini memudahkan orang untuk menunaikan kebaikan tersebut. beliau menilai fitur ini terhindar dari transaksi ribawi dan transaksi terlarang lainnya. Namun yang perlu diketahui, berbijaklah kita dalam penggunaannya karena prinsipnya paylater adalah hutang, dan hutang akan dipertanggungjawabkan hingga ke akhirat.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Paylater dalam Islam

Trending Now

Iklan

iklan