Budaya Pawang Hujan di Indonesia

Selasa, 19 April 2022 | 10:07 WIB Last Updated 2022-04-19T03:07:00Z

 



Oleh : Damar Qurniawan

Mahasiswa FEB Uhamka

Yang dimaksud dengan pawang hujan yakni orang yang pandai menolak hujan. Di Indonesia, pawang hujan banyak dipercaya dapat menghentikan hujan atau memindahkan hujan ke tempat lain. Jasa pawang hujan biasanya dipakai dalam acara-acara khusus di musim hujan, seperti pernikahan, ritual kematian, hingga acara nasional. Tidak hanya di Mandalika, jenis pekerjaan ini juga umum dijumpai di daerah-daerah lain. Beberapa kebudayaan di Indonesia memiliki sebutan yang berbeda bagi pawang hujan, seperti dukun pangkeng bagi masyarakat Betawi, Nerang Hujan bagi masyarakat Bali, dan Bomoh bagi masyarakat Melayu di Riau.

Keberadaan pawang hujan di Indonesia bukanlah hal yang aneh, mereka selalu ada di setiap event penting atau acara besar lainnya. Biasanya mereka melakukan ritual khusus secara tertutup jarang sekali ada Pawang hujan yang menampakan ritualnya, Sosok pawang hujan yang muncul beberapa saat sebelum race MotoGP di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Minggu (20/3/2022), menjadi sorotan. Saat itu, hujan membasahi Pertamina Mandalika International Street Circuit sesaat sebelum balapan MotoGP Pertamina Grand Prix of Indonesia digelar. Di tengah hujan, tampak seorang pawang melakukan ritual di area pit lane. Perempuan itu terlihat berjalan tanpa alas kaki sambil membawa singing bowl. Aksi pawang hujan di Sirkuit Mandalika itu menarik perhatian para pebalap dan kru serta para penonton.

Namanya adalah Rara Isti Wulandari atau yang akrab disapa Mbak Rara. Dia sudah terlibat dalam banyak event-event besar seperti Turnamen AFC U-19 2018, Asian Games 2018 dan gelaran MotoGP Mandalika saat lalu.

Diperkirakan bayarannya dalam helatan MotoGP Mandalika ini mencapai angka yang cukup fantastis. Ia mengatakan bahwa pada perhelatan MotoGP di Mandalika ini, ia dipekerjakan selama 21 hari dengan bayaran sebesar Rp 5 juta dalam satu hari.

Banyak pro & kontra terkait aksi pawang hujan dalam acara internasional tersebut, ada yang mengatakan jika hal itu tidak ilmiah, tidak modern, bahkan sampai dibilang musyrik dan di sisi lain ada juga yang pro dengan mengatakan ini sebagai daya tarik marketing dan kearifan lokal.

Bagi yang pro, setidaknya yang tidak keberatan, penggunaan pawang hujan di Mandalika bukanlah persoalan yang perlu dipersoalkan. Apa salahnya memakai jasa pawang hujan untuk tujuan yang baik, Bukankah itu bagian dari ikhtiar untuk melengkapi ikhtiar lain lewat teknologi Begitulah prinsip mereka.

Bagi yang kontra, penggunaan pawang hujan di Mandalika ialah sesuatu yang memalukan. Aib. Kepada dunia, kita seakan menunjukkan diri sebagai bangsa terbelakang. Bangsa yang masih percaya pada hal-hal mistis, takhayul. Bangsa yang masih mengandalkan hal-hal yang tak masuk akal. Lebih jauh lagi, ia ditarik-tarik ke ranah agama.

Terlepas dari mereka percaya atau tidak dengan pawang hujan, seenggaknya kita harus menghargai budaya dan tradisi yg ada di negara kita. Saya pribadi percaya gak percaya dengan hal seperti itu. Mendatangkan pawang oleh pihak penyelenggara menurut saya jadi sebagai salah satu bentuk usaha agar event ini sukses terselenggara.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Budaya Pawang Hujan di Indonesia

Trending Now

Iklan

iklan