ˈtēCHər

Selasa, 08 Juni 2021 | 17:57 WIB Last Updated 2021-06-11T10:30:10Z

  


Karya Hayya Nafia
(Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UHAMKA)

Ketika 230 quotes dalam folder “Kata-kata” di galeri usai kubaca, akhirnya kedua mata ini terpejam juga. Tidak lupa membaca kalimat syahadat jaga-jaga jika ini adalah tidur terakhirku sekaligus untuk selamanya. Dunia sebagaimana adanya, kata hati kecil.


Sometimes you need darkness to see the stars. Begitu berkilau bintang-bintang di semesta. Kini aku berada di alam bawah sadarku, alam semesta yang mistik, di mana segala sesuatu menjadi lebih jelas. Sekali lagi aku melihat bintang-bintang tersebut di balik pohon apel yang tumbuh satu-satunya di sini. Ia seolah berkata, “Kamu adalah salah satu dari jiwa yang berharga. Tanganmu, kakimu, hatimu, dan jiwamu indah sebagaimana adanya.” Sepertinya aku telah menemukan suatu hal.

Haya, kamu adalah aku, aku itu kamu, dan kita sama-sama seorang Haya.


The morning is a beginning—“Jika tidak pernah mengejar apa yang diinginkan, tidak akan pernah memilikinya,” ujar malaikat Aesteuticc-ku. Aku tersenyum bahagia menyikapi wejangan ibu barusan. Hari ini langit tampak cerah. Sepanjang perjalanan menuju tempat magang, mataku disuguhi berbagai pemandangan kebaikan hati orang-orang seakan Tuhan sedang menakdirkan daun jatuh dari pohonnya. Nyanyian anak jalanan di persimpangan jalan menggugah perasaan.

Relax, refresh, and reconnect.

Aku tahu siapa merekaand the morning is a victory too. Kami adalah pejuang kehidupan yang senantiasa menantikan “pencerahan” dalam setiap langkah, sealamiah bernapas. Begitu lampu lalu lintas berganti merah, aku berlari ke seberang jalan, tidak berbelok. “Tunjukilah jalan yang lurus.”


Sekarang aku sudah tiba tujuan. Aku adalah mahasiswi semester 5 yang memutuskan magang di sekolah lamaku dulu. Sejenak aku mengingat apa saja yang kulalui. Masa lalu kembali bergelayut di pundak kala kami tidak sengaja bersitatap. Kepada sosok diriku yang dulu di tengah lalu lalang orang berseragam putih abu-abu, aku, akan, menghampiri, kamu, nanti. Ia memutus dan kini bersemuka dengan dua temannya yang jelas sangat tahu siapa mereka. Begitu pula aku yang bersiap-siap untuk mengajar kelas kembali.

Terus terang, apakah kalian bisa menebak apa yang kuhadapi saat ini?

“Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 menyatakan setiap orang berhak memperoleh pendidikan tanpa terkecuali. Siapa yang bertanggung jawab terhadap pasal itu? Pemerintah atau justru guru, seperti yang kalian lihat saya sedang apa. Ketahuilah bahwa setiap orang adalah guru bagi orang lain. Kita semua adalah saksi mata dan termasuk salah satu generasi yang bertanggung jawab terhadap pembangunan negara ini di masa mendatang.”


You are all leaners, doers, and teachers, kata Richard Bach. Learning is finding out what we already know, doing is demonstrating that you know it and teaching is reminding others that they know just as well as you. Pendidikan tidak mengenal waktu dan masa. Kepada anak jalanan dan mereka yang tidak seberuntung aku dan kalian, kami hadir bersamamu untuk bersama-sama menjadi orang terpelajar yang keren. Tolong katakan itu.

Aku melambaikan tangan tanda perpisahan kepada murid-muridku yang tercinta, “Semesta mengaminkan apa yang dicita-citakan kalian semua. Terima kasih banyak untuk sebelumnya. Sampai jumpa!”

Aku menangis haru dalam bisu. Hari ini adalah hari magang terakhirku. Apakah aku akan kembali mengajar sekaligus menjadi sosok guru yang sesungguhnya? Juga, mengamalkan arti namaku, hidup bermanfaat.

“Haya.”

Fear is an illusion. Aku mengumpulkan keberanian untuk menemui Haya. Sebuah pintu putih menjulang di hadapanku. Kini kami berdua, antara aku yang sekarang dan dia sebagai sosok masa lalu yang selama ini menyimpan segala kontravensi, sedetik kemudian akan menjelaskan tentang bagaimana seharusnya kami hidup.


Begitu tangan ini berhenti meraih angan ekspetasi, aku mulai merangkul diriku sendiri. Pintu itu terbuka lebar. Selamat datang kembali di taman rahasia yang paling berharga dalam dirimu sendiri. Sudah ada Haya yang menyeringai sambil bersender di batang pohon apel.

 Can you see the regretful person in my smile?”

Aku hanya melempar sebuah apel dari saku kanan jas almameter yang sedang kupakai ke arahnya. Apel itu berhasil ditangkap olehnya. Seketika kami berbaring santai di atas tanah rerumputan menghadap bintang-bintang yang terlihat mencolok pada gelapnya langit.


Apel. Pengetahuan. Konon juga mengartikan benar dan salah. Semua pembelajaran ini adalah awal yang lain.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • ˈtēCHər

Trending Now

Iklan

iklan