KabarPendidikan.id - Dewan Pendidikan Kabupaten Pandeglang mendesak Satgas Anak Tidak Sekolah (ATS) untuk mengambil langkah konkret guna mencegah peningkatan masalah anak putus sekolah setiap tahunnya. Satgas ATS yang dibentuk sejak 2022 ini bertugas melakukan pendataan, pemantauan, dan pengembalian anak putus sekolah ke lembaga pendidikan, termasuk menghubungkan mereka dengan program bantuan pendidikan yang tersedia.
Menurut Eka Supriatna, Wakil Ketua Dewan Pendidikan
Pandeglang, tingginya angka anak putus sekolah menunjukkan lemahnya pengawasan.
Ia meminta Satgas ATS untuk bekerja lebih serius dan terstruktur, melakukan
monitoring lapangan secara berkala, bukan hanya ketika ada lonjakan data.
“Kalau pemantauan dan kerja sama tidak dilakukan secara
rutin, akan sulit menurunkan jumlah anak putus sekolah. Satgas ATS perlu lebih
proaktif, jangan hanya ada di dokumen saja,” tutur Eka.
Eka juga menilai bahwa masih banyak masalah fundamental yang
belum terselesaikan di lapangan. Akses sekolah yang sulit, keterbatasan
fasilitas kelas, dan jarak tempuh yang jauh sering kali menjadi penyebab anak
putus sekolah. Selain itu, kasus anak yang berpindah domisili juga kerap
menyebabkan mereka terputus dari pendidikan.
“Angka anak putus sekolah tidak boleh hanya menjadi angka
statistik semata. Program penanganan harus terus berlanjut tanpa henti, baik
saat angka naik maupun turun. Pernyataan ini muncul setelah Disdikpora
Pandeglang merilis data yang menunjukkan ada 18.234 anak putus sekolah di
Pandeglang pada tahun ajaran 2025/2026,” ujar Eka.
Sementara, Tubagus Udi Juhdi selaku Ketua Komisi IV DPRD Pandeglang menilai
menilai bahwa tingginya angka anak putus sekolah dapat menurunkan kualitas SDM
di daerah. Ia menekankan bahwa pemerintah daerah perlu menunjukkan komitmen
yang nyata, tidak hanya memperbaiki infrastruktur sekolah, tetapi juga
memastikan program bantuan pendidikan tepat sasaran.
Ia menekankan bahwa DPRD akan segera memanggil Disdikpora
dan OPD terkait untuk rapat koordinasi guna memetakan akar masalah secara
jelas, termasuk sinkronisasi data pendidikan dan data kependudukan yang sering
kali tidak sinkron.
“Pendidikan gratis sudah tersedia dari pemerintah pusat dan
provinsi, tapi masih banyak hambatan di lapangan, seperti biaya pribadi untuk
transportasi, seragam, dan perlengkapan sekolah. Meskipun sekolahnya gratis,
tanpa biaya harian yang cukup, anak-anak tetap berisiko putus sekolah. Ini
memerlukan solusi yang tepat,” ucap Tubagus.
Meski program pendidikan gratis sudah berjalan, rendahnya
kesadaran masyarakat masih jadi hambatan besar. DPRD menilai bahwa tanpa kerja
sama semua pihak, seperti orang tua, sekolah, dan Satgas ATS, target menurunkan
angka anak putus sekolah di Pandeglang sulit tercapai.
adp