Menanti Komitmen Keberlanjutan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Syariah

Jumat, 29 Desember 2023 | 13:26 WIB Last Updated 2023-12-29T06:26:56Z


Pasca debat kedua yang menghadirkan para cawapres membahas tema besar mengenai ekonomi, di masyarakat mendadak muncul pembahasan mengenai State Global Islamic Economy (SGIE) Report yang diterbitkan oleh DinarStandard. Tulisan ini tidak akan membahas mengenai SGIE secara detail, namun lebih fokus membahas keberlanjutan dari program penguatan ekosistem ekonomi syariah yang harus diusung oleh pemimpin Indonesia terpilih kelak.

Pembahasan pertama akan kita mulai dengan alasan mengapa ekosistem ekonomi syariah masih harus dikembangkan dan diperkuat. Setidaknya terdapat empat alasan utama yang diajukan dalam tulisan ini mengapa ekosistem ekonomi syariah tetap perlu dikembangkan dan diperkuat. Pertama, sistem ekonomi syariah terbukti lebih tahan krisis dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional. Contoh nyata dapat kita lihat pada saat krisis moneter 1998, krisis keuangan global 2008, dan terakhir krisis akibat pandemi covid-19. Alasan kedua ialah sistem ekonomi syariah tidak menggunakan prinsip spekulasi yang rentan akan ketidakpastian. Selain itu, sejatinya ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang inklusif dimana dapat diimplementasikan tidak hanya oleh muslim, tetapi juga non-muslim. Alasan terakhir ialah Indonesia merupakan mayoritas penduduknya beragama Islam, sehingga hal ini akan menjadi pasar potensial untuk berkembang.

Dalam pengembangan ekosistem ekonomi syariah di Indonesia, pemerintah telah mencanangkan target untuk menjadi Global Halal Hub. Pertanyaan yang muncul adalah dimanakah posisi Indonesia saat ini dibandingkan dengan negara-negara lain. Apabila merujuk pada State of Global Islamic Economy Report tahun 2023 yang diterbitkan oleh DinarStandard pada 26 Desember 2023, posisi Indonesia secara umum naik satu peringkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu berada pada peringkat ketiga di bawah Malaysia dan Saudi Arabia. Kemudian jika kita lihat lebih detail berdasarkan enam indikator, yaitu indikator keuangan syariah (Indonesia berada di peringkat tujuh atau turun satu peringkat dibandingkan tahun 2022), makanan halal (Indonesia pada peringkat kedua atau sama dengan peringkat tahun sebelumnya), wisata ramah muslim (Indonesia peringkat di luar 10 besar), pakaian muslim/ modest fashion (Indonesia pada peringkat ketiga atau sama dengan tahun sebelumnya), farmasi dan kosmetik (Indonesia pada peringkat kelima atau naik 4 peringkat dibandingkan dengan tahun 2022), dan indikator media dan rekreasi (Indonesia berada di peringkat 6, dimana pada tahun sebelumnya Indonesia berada di luar peringkat 10 besar). Berdasarkan data yang dikeluarkan, Malaysia unggul pada 4 indikator yaitu keuangan syariah, makanan halal, serta media dan rekreasi. Sementara kriteria  modest fashion dan wisata ramah muslim, Turki unggul pada peringkat 1, serta Singapura unggul pada indikator farmasi dan kosmetik.

Pertanyaan berikutnya ialah apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengejar target menjadi Global Halal Hub? Saat ini, pemerintah telah menerbitkan izin untuk pembentukan tiga Kawasan industri halal yaitu Safe Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemudian Bintan Inti Halal Hub di Kepulauan Riau dan Halal Modern Valley di Banten. Selain itu, telah dilakukan kodifikasi dan produk halal dengan transaksi perdagangan ekspor-impor. Serta, proses sertifikasi halal gratis melalui program SEHATI bagi usaha mikro dan kecil telah dilakukan oleh BPJPH. Berdasarkan data total ekspor produk halal pada tahun 2022 tercatat mencapai US$ 15,87 miliar.

Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh pemerintah berkenaan dengan keberlanjutan pengembangan ekosistem ekonomi syariah. Pertama, salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap prinsip-prinsip ekonomi syariah. Dibutuhkan upaya besar untuk memberikan edukasi yang efektif kepada masyarakat agar mereka dapat memahami manfaat ekonomi syariah dan memilihnya sebagai pilihan yang berkelanjutan. Kedua, perkembangan ekosistem ekonomi syariah memerlukan kerangka kerja regulasi dan kebijakan yang mendukung. Penyelarasan antara lembaga-lembaga pemerintah dan ekosistem keuangan syariah adalah suatu keharusan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi syariah. Ketiga, ketersediaan sumber daya manusia yang memahami prinsip-prinsip ekonomi syariah juga merupakan tantangan. Pelatihan dan pengembangan SDM yang kompeten di bidang ini dapat memainkan peran kunci dalam mengatasi kendala ini.

Berdasarkan kepada kondisi eksisting tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat dikerjakan oleh pemerintahan baru berikutnya. Pertama, melanjutkan pemerkuatan ekosistem ekonomi syariah dengan memperluas jejaring dan kemitraan. Kedua, melanjutkan pembuatan Kawasan industri halal di wilayah lain, misalkan di Kawasan Timur Indonesia dan/atau di Kalimantan. Ketiga, melanjutkan pemerkuatan ekosistem ekonomi syariah berbasis digitalisasi. Keempat, melanjutkan pembentukan komite daerah ekonomi syariah (KDEKS) di seluruh provinsi di Indonesia yang diiringi dengan penguatan kelembagaannya.

Penguatan dan pengembangan ekosistem ekonomi syariah memerlukan sejumlah prasyarat untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilannya. Pertama, masyarakat harus memiliki pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah dan manfaatnya. Program pendidikan dan kesadaran masyarakat yang efektif dapat membantu mengubah persepsi dan membuka jalan bagi penerimaan ekonomi syariah. Kedua, sistem regulasi yang jelas, konsisten, dan mendukung sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan ekonomi syariah. Hal ini melibatkan penyempurnaan regulasi yang ada dan kebijakan yang mendukung inovasi serta pertumbuhan sektor ekonomi syariah. Ketiga, ekosistem ekonomi syariah memerlukan lembaga keuangan syariah yang kuat dan berdaya saing. Ini melibatkan pengembangan dan penguatan bank syariah, lembaga keuangan non-bank, serta perusahaan asuransi syariah. Kesehatan dan keberlanjutan lembaga-lembaga ini menjadi kunci untuk memberikan layanan keuangan syariah yang efektif.

Keempat, inovasi dalam produk dan layanan syariah menjadi kunci untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang. Pengembangan produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan relevan dengan kebutuhan konsumen dapat membuka peluang baru dan meningkatkan daya saing ekonomi syariah. Kelima, pemanfaatan teknologi, terutama dalam bentuk fintech syariah, dapat meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan kecepatan layanan dalam ekosistem ekonomi syariah. Investasi dalam infrastruktur teknologi menjadi prasyarat penting untuk mendukung pertumbuhan sektor ini. Keenam, kemitraan yang kokoh antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga-lembaga akademis perlu dibangun. Kolaborasi yang baik dapat memfasilitasi pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan pengalaman, yang pada gilirannya mempercepat pengembangan ekonomi syariah. Ketujuh, sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas tinggi sangat penting. Pelatihan, pendidikan, dan pengembangan keterampilan yang berkelanjutan diperlukan untuk memastikan adanya tenaga kerja yang mampu mengelola dan mendukung perkembangan ekonomi syariah. Terakhir, adanya sistem pengukuran kinerja yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta transparansi dalam operasi dan pelaporan keuangan menjadi prasyarat penting. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pelaku bisnis terhadap ekonomi syariah.

Dengan menerapkan strategi pengembangan dan pemerkuatan yang komprehensif, Indonesia dapat mengukir jejak yang positif dalam pengembangan ekosistem ekonomi syariah. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan ekonomi syariah yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing di tingkat global. Untuk mencapai keberlanjutan dan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam ekosistem ekonomi syariah, diperlukan strategi pengembangan yang holistik dan terarah. Melalui langkah-langkah strategis yang cermat, Indonesia dapat membangun fondasi yang kokoh untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi syariah yang inklusif dan berdaya saing.

 

Oleh: M. Nur Rianto Al Arif (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menanti Komitmen Keberlanjutan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Syariah

Trending Now

Iklan

iklan