Taaruf Dalam Perspektif Psikologi

Rabu, 04 Januari 2023 | 09:13 WIB Last Updated 2023-01-04T02:13:51Z


Oleh : Sekar Triadinda Salsabila

Mahasiswa Psikologi UHAMKA

Pada hakikatnya setiap manusia akan merasakan rasa tertarik dengan lawan jenisnya. Ketertarikan antara laki-laki dengan perempuan merupakan sesuatu yang wajar, hal ini sesuai dengan perspektif kaum psikoanalisis yang mengungkapkan bahwa manusia adalah makhluk yang berkeinginan (homo volens).


Para ahli psikolog sosial (dalam Syarif, 2002), menemukan adanya sifat manusia yang menyebabkan seseorang tertarik kepada orang lain. Sifat tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor situasi, seperti kondisi geografis, budaya, bahasa, agama, dsb. Faktor kedua adalah  kepribadian, seperti umur, latar belakang, selera, dsb.


Rasa tertarik pertama kali muncul ketika satu sama lain saling memandang dan berinteraksi. Adanya interaksi ini, sedikit demi sedikit akan menimbulkan perubahan yang bersifat psikologis, yaitu perasaan suka yang mendalam, tumbuhnya rasa cinta dan kasih sayang hingga berkomitmen untuk membentuk keluarga. Untuk menghadirkan hubungan yang baik dalam hubungan tersebut maka dibutuhkan perkenalan secara mendalam antara keduanya.


Dalam agama Islam, sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan ada sebuah proses pengenalan yang akan dilalui oleh setiap pasangan yang biasa disebut dengan Ta’aruf. Ta’aruf merupakan suatu proses pengenalan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang didampingi oleh pihak ketiga untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan. Bukan hanya untuk saling mengenal, ta’aruf bertujuan untuk mewujudkan suatu pernikahan yang suci.


Menurut Imtichanah (2012), Ta’aruf diartikan sebagai berkenalan dalam rangka mengetahui secara lebih mendalam tentang calon suami atau istri tanpa melalui proses pacaran. Ta’aruf memiliki peran untuk mengetahui lebih jauh asal usul, latar belakang kehidupan nya yang mencakup tentang agama, akhlak, pendidikan, dan keluarga nya. Taaruf dijelaskan dalam Q.S Al Hujurat ayat 13 yang berbunyi :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

 

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”


Pada ayat tersebut memiliki makna bahwa ta’aruf antara laki-laki dengan wanita yang hendak menikah untuk saling berkenalan terlebih dulu sebelum menuju jenjang pernikahan. Ta’aruf berbeda dengan pacaran, ta’aruf merupakan suatu hubungan yang dilakukan dengan adanya rasa tanggung jawab antara calon pasangan dengan tidak meninggalkan aturan dalam Islam. Dalam proses menjalankannya, ta’aruf memiliki jangka waktu yang sebentar tidak berlama-lama yang akan memperlambat untuk mencapai tujuan awal. Ketika seseorang menjalankan ta’aruf hendaknya ada pihak ketiga yang mendampingi. Berbeda dengan pacaran. Menurut Hazan dan Shaver, pacaran merupakan suatu kebutuhan ingin bersama dengan orang lain, untuk mengadakan kontak fisik dan untuk memilikinya. Dalam islam adanya kontak fisik antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrim nya disebut dengan zina.


Benokraitis (1996) menjelaskan bahwa perkenalan merupakan proses dimana bertemunya seorang laki laki dan perempuan dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menentukan apakah sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup.


Perkenalan ditandai dengan adanya kedekatan emosional dan daya tarik seksual terhadap lawan jenis serta perasaan cocok bagi kedua individu. Hal ini menunjukkan bahwa perkenalan merupakan hubungan emosional yang disertai dengan ketertarikan secara seksual sebagai penjajakan sebelum menjadi pasangan hidup. Pada masa perkenalan ini, keduanya diharapkan dapat lebih mengenal diri dan kepribadian calon pasangannya. Dengan saling terbuka dan bertukar cerita mengenai dirinya, keluarganya, dan rencana hidup kedepannya, menurut Abraham Maslow keduanya dapat merasakan euforia atau kegembiraan karena adanya rasa cinta.


Taaruf juga tidak hanya meliputi interaksi antara seorang laki-laki dan perempuan, namun juga melibatkan interaksi dengan tuhan. Sejatinya, Tuhan lah yang menjadi landasan utama bagi pasangan untuk menikah. Menikah dalam agama Islam adalah suatu ibadah, hal ini diterangkan dalam suatu hadis dari Anas Bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang menikah maka sungguh ia telah diberi setengahnya ibadah.” (HR Abu Ya’la).


Setiap pasangan akan memulai hubungan dengan saling berkomitmen untuk serius dari kedua belah pihak yang kemudian akan diikuti oleh berkembangnya keintiman dan kesamaan passion. Menurut Arriage dan Agnew (dalam McMahon, 2007) Komitmen yang dilakukan oleh pasangan melibatkan tiga dimensi psikologis yaitu kognitif, afektif dan konatif. Dimensi kognitif berupa rencana orientasi jangka panjang, dimensi afektif berupa daya tarik secara psikologis dalam bentuk seksual dan emosional, dan yang terakhir dimensi kognitif berupa sikap gigih dan motivasi untuk melanjutkan suatu hubungan ke jenjang yang lebih serius.


Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa perkawinan yang diawali dengan saling kenal dan mengetahui, memiliki skor persepsi terhadap kualitas pernikahan berupa kebahagiaan dan kepuasan serta stabilnya penyesuaian perkawinan yang lebih tinggi secara rata-rata yakni 70,3 %, jika dibanding kelompok subjek yang menikah tanpa saling kenal lebih dalam (Mya dkk, 2009). Oleh karena itu, sebagai manusia yang selalu ingin menjadi yang terbaik dan mendapatkan kebaikan, maka sepantasnya mencari dan mendapatkan pasangan yang baik dalam segala aspek.


Dapat disimpulkan bahwa Ta'aruf dalam perspektif psikologi merupakan sarana penting yang sejatinya harus dilalui oleh setiap pasangan sebelum menuju ke jenjang pernikahan. Melalui taaruf, In Sya Allah dapat menjadi pondasi awal dalam membangun keluarga  yang sakinah, mawaddah dan rahmah, karena pernikahan adalah mitsaqan ghaliza sehingga hal penting yang diperlukan dalam pernikahan adalah ketenangan pikiran, jiwa, dan juga hati.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Taaruf Dalam Perspektif Psikologi

Trending Now

Iklan

iklan