Sekolah Tidak Boleh Memberikan Ruang Bagi Intoleran

Selasa, 25 Oktober 2022 | 09:58 WIB Last Updated 2022-10-25T02:58:56Z


KabarPendidikan.id  Kasus SMA 52 harus menjadi pelajaran bersama. Anggara Wicitra Sastroamidjojo selaku Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta menegaskan Segenap warga sekolah tidak boleh main-main dengan sikap-sikap intoleran. Tindakan serupa tidak boleh terulang di dunia pendidikan. 

Dia mengapresiasi Dinas Pendidikan yang tidak memberikan ruang intoleransi di dunia pendidikan. "Tidak boleh ada ruang intoleransi di dunia pendidikan," ujar Anggara. Dia mengapresiasi Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang menjatuhkan sanksi tegas berupa pemberhentian dari status Wakil Kepala Sekolah pelaku intoleran.


"Kami lihat Dinas Pendidikan komit menyelesaikan permasalahan menyangkut kasus intoleransi sekolah," ujarnya. Kedepannya, pengawasan akan dilakukan agar peristiwa ini tidak terulang di sekolah manapun.


Sebelumnya, Wakil Kepala Sekolah SMA 52 Cilincing, Jakarta Utara, berinisial ES telah dicopot dari status Wakil Kepala Sekolah karena berlaku intoleran. Pencopotan itu merupakan sanksi sementara dari Suku Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Utara.


ES diduga mengarahkan sejumlah guru dan siswa agar tidak meloloskan calon Ketua OSIS yang berbeda agama dengan mereka. Instruksi ES itu terekam dalam sebuah rekaman suara yang diterima anggota DPRD DKI Fraksi PDIP, Ima Mahdiah. Dalam rekaman suara tersebut, ES diduga merancang strategi agar calon Ketua OSIS yang berbeda agama tidak bisa maju dalam pemilihan.


Purwanto mendapat informasi dari pengawas sekolah di Cilincing, Jakarta Utara tersebut, mantan guru setempat. Menurut pengawas tersebut, tidak benar ada tradisi memilih OSIS berdasarkan agama. "Saya sudah tanyakan kepada guru-guru lama, tidak ada tradisi seperti itu. Informasi dari pengawas yang mantan guru, tradisi itu tidak ada. Jadi, ini hanya tindakan wakil kepala sekolah ES," ujar Purwanto.


Sementara itu, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara menyebut dua dari empat tenaga pendidik SMAN 52 Jakarta terlibat aktif dalam kasus intoleransi beberapa waktu lalu. "Untuk guru yang diduga terlibat, awalnya ada empat. Namun, hasil penyisiran, dua orang hanya pasif," ujarnya lagi


Dirinya menjelaskan bahwa kedua pendidik yang pasif hanya berada dalam satu ruangan dengan dua oknum pendidik yang lebih aktif dan yang pasif tidak mengerti apa-apa. "Namanya ruangan luas dan lebar. Dua guru hanya oke-oke sifatnya pasif mengamini, mengiyakan," ucap Purwanto.


Purwanto mengatakan dua oknum pendidik aktif intoleran memiliki tingkatannya sendiri. ES sebagai inisiator dan paling aktif. Ini bobot sanksinya paling berat. Maka, kedua oknum pendidik yang pasif tersebut diberi sanksi lebih ringan dari guru yang lebih aktif. 


Terkait dengan satu tenaga pendidik yang disebutnya aktif, selain ES, Purwanto menyatakan akan disesuaikan dengan bobot pelanggarannya. Namun terkait pemberhentian ES, menurut Purwanto, masih diproses.


Pemberhentian permanen masih menunggu komunikasi Tim Dinas Pendidikan DKI Jakarta serta saran pendapat Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta. Purwanto juga menegaskan kepada sekolah yang bersangkutan agar setiap pemilihan OSIS hendaknya dilakukan berdasarkan kompetensi calon.


Purwanto ingin sekolah memberi contoh kepada siswanya mengenai demokrasi yang baik. Beri kesempatan sebesar-besarnya kepada calon yang kompeten untuk bisa mengkampanyekan diri agar terpilih ketua OSIS. "Yang diajukan dikedepankan harus kompetensinya. Karena sebelum pemilihan dia berorasi, semacam kampanye. Siswa lain bisa menakar kompetensinya. "Jadi, dasarnya bukan yang lain," kata Purwanto.

DYL_RPH

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sekolah Tidak Boleh Memberikan Ruang Bagi Intoleran

Trending Now

Iklan

iklan